Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh spiroketa, Treponema pallidum . Sifilis memiliki stadium oenyakit primer, sekunder, dan tersier (atau laten).
Gejala klinis, infektivitas, dan pengobatan bervariasi sesuai stadium penyakit. Demikian pula, infeksi kongetinal memiliki stadium klinis yang unik. Manusia adalah satu-satunya pejamu, dan spiroketa yang rentan ini tidak dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama di luar tubuh manusia. Insidensi tertinggi infeksi terjadi pada orang dewasa muda, dan transmisi melalui kontak intim dalam bentuk lain jarang terjadi. Selain itu, transmisi vertikal juga dapat terjadi selama kehamilan, yang menyebabkan infeksi fetal dan sifilis kongenital.
Gejala-gejala klinis yang dialami oleh penderita sifilis adalah sebagai berikut;
1. Sifilis Primer terjadi setelah kontak langsung dengan chancre atau lesi lain pada orang yang terinfeksi. Karena transmisi sifilis terutama melalui hubungan seksual, lesi paling sering muncul di genital dan tampak setelah periode inkubasi yang berkisar dari 10 hari sampai 3 bulan setelah pajanan. Chancre sifilitik pada awalnya bermanifestasi sebagai papul merah yang keras, tetapi papul dapat sangat kecil sehingga mudah terabaikan. Papul ini mengalami erosi menjadi ulkus yang tidak nyeri sering tidak terdeteksi, terutama pada perempuan, karena lesi sering terletak di serviks. Lesi tunggal pada sifilis primer didapat mengandung treponema infeksius dan sangat menular. Kelenjar getah bening regional yang terinfeksi biasanya membesar dan tidak nyeri. Dengan atau tanpa pengobatan, lesi primer sifilis sembuh dalam beberapa minggu; namun, penyebaran treponema melalui aliran darah menyebabkan sifilis sekunder pada sekitar 25% kasus yang tidak diobati.
2. Sifilis Sekunder merupakan indikasi penyakit disminata, dan biasanya timbul 6-12 minggu setelah terinfeksi. Namun, penyakit sekunder dapat terjadi sampai 6 bulan setelah infeksi awal. Pada sebagian besar kasus, chancre pada sifilis primer sembuh pada saat sifilis sekunder timbul. Gejala konstitusional yang disebabkan oleh sifilis sekunder sering kali tidak dapat dijelaskan, berupa gejala menyerupai flu yang samar seperti demam, malaise, mialgia, nyeri tenggorok, dan limfadenopati difus yang tidak nyeri. Sifilis sekunder biasanya melibatkan patologi multiorgan, meliputi penyakit gastroitestinal, renal, dan reumatologik; namun, yang menonjol adalah lesi mukokutaneus. Ruam pada sifilis sekunder secara klasik merupakan ruam difus yang berwarna menyerupai tembaga atau merah gelap, dengan distribusi simetrik yang sering mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Ruam ini tidak terasa nyeri atau gatal, dan pasien biasanya tidak demam saat ruam muncul. Keparahan ruam maupun gambaranya dapat berbeda-beda. Meskipun lesi makulopapular paling sering timbul, ruam dapat polimorfik, dengan lesi makular, pustular, folikular, papular, dan menyerupai plak. Lesi bulosa atau vesikular jarang terjadi, sendangkan komponen seperti sisik superfisial pada ruam sering timbul. Lesi pada membran mukosa juga sering terjadi, mengandung banyak treponema dan sangat menular. Lesi kutaneus mengandung lebih sedikit treponema, tetapi juga harus diobati sebagai lesi menular. Relaps lesi mukokutaneus dapat terjadi sampai selama 4 tahun, tetapi paling sering terjadi selama tahun pertama. Lesi jarang menjadi parut. Kondilomata lata merupakan lesi menyerupai kutil yang sangat infeksius, yang tampak pada area intertriginosa yang lembab. Lesi terutama timbul pada kulit perineum, pada vulva, dan pada skrotum. Terkenanya folikel rambut kepala menyebabkan alopesia berbercak yang dapat pulih setelah pengobatan.
3. Jika tetap tidak diobati, sifilis sekunder akhirnya masuk kestadium laten, dan pasien menjadi asimtomatik; namun, 30% pasien akhirnya mengalami penyakit tersier atau laten. Pasien pada stadium laten penyakit yang terinfeksi pada satu tahun terakhir mengalami sifilis “laten-dini” semua pasien lainnya menderita sifilis “laten-lambat” atau sifilis laten selama waktu yang tidak diketahui.
Penisilin parental masih merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis. Penetrasi jaringan oleh penisilin oral tidak adekuat. Dosis Dewasa yang dianjurkan untuk pengobatan sifilis primer, sekunder, atau laten adalah benzatin penisilin G sebesar 2,4 juta unit yang diberikan secara intramuskular (IM) dalam dosis tunggal. Dosis untuk anak adalah benzatin penisilin G, sebesar 50.000 unit/Kg IM, sampai dosis dewasa 2,4 juta unit dalam dosis tunggal. Sifilis tersier harus diobati, dengan dosis IM yang sama seperti sifilis primer, tetapi pengobatan diulangi sekali seminggu selama 3 minggu. Pasien anak juga harus menjalani pemeriksaan cairan serebrospinal untuk mengatasi kemungkinan terjadinya neurosifilis asimtomatik. Sifilis yang mengenai sistem saraf (SSP) memerlukan benzatin penisilin G dengan dosis 4 juta unit IM atau intravena setiap 4 jam selama 10 hari. Kasus sifilis didapat pada anak memerlukan evaluasi yang tepat terhadap adanya pelecehan seksual. Kegagalan pengobatan dapat terjadi, dan diperlukan follow-up , dengan pemeriksaan klinis dan uji serologik berulang sekurang-kurangnya 6 bulan dan 12 bulan setelah pengobatan. Pasien yang alergi penisilin tanpa penyakit SSP harus diobati dengan tetrasiklin (500mg per oral empat kali sehari selama 14 hari) atau doksisiklin (100mg per oral dua kali sehari selama 14 hari). Pasien yang alergi penisilin yang berusia kurang dari 8 tahun, yang sedang hamil, yang terinfeksi HIV, atau yang menderita penyakit SSP harus menjalani desensitisasi dan kemudian diobati dengan penisilin.
Gejala klinis, infektivitas, dan pengobatan bervariasi sesuai stadium penyakit. Demikian pula, infeksi kongetinal memiliki stadium klinis yang unik. Manusia adalah satu-satunya pejamu, dan spiroketa yang rentan ini tidak dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama di luar tubuh manusia. Insidensi tertinggi infeksi terjadi pada orang dewasa muda, dan transmisi melalui kontak intim dalam bentuk lain jarang terjadi. Selain itu, transmisi vertikal juga dapat terjadi selama kehamilan, yang menyebabkan infeksi fetal dan sifilis kongenital.
Gejala-gejala klinis yang dialami oleh penderita sifilis adalah sebagai berikut;
1. Sifilis Primer terjadi setelah kontak langsung dengan chancre atau lesi lain pada orang yang terinfeksi. Karena transmisi sifilis terutama melalui hubungan seksual, lesi paling sering muncul di genital dan tampak setelah periode inkubasi yang berkisar dari 10 hari sampai 3 bulan setelah pajanan. Chancre sifilitik pada awalnya bermanifestasi sebagai papul merah yang keras, tetapi papul dapat sangat kecil sehingga mudah terabaikan. Papul ini mengalami erosi menjadi ulkus yang tidak nyeri sering tidak terdeteksi, terutama pada perempuan, karena lesi sering terletak di serviks. Lesi tunggal pada sifilis primer didapat mengandung treponema infeksius dan sangat menular. Kelenjar getah bening regional yang terinfeksi biasanya membesar dan tidak nyeri. Dengan atau tanpa pengobatan, lesi primer sifilis sembuh dalam beberapa minggu; namun, penyebaran treponema melalui aliran darah menyebabkan sifilis sekunder pada sekitar 25% kasus yang tidak diobati.
2. Sifilis Sekunder merupakan indikasi penyakit disminata, dan biasanya timbul 6-12 minggu setelah terinfeksi. Namun, penyakit sekunder dapat terjadi sampai 6 bulan setelah infeksi awal. Pada sebagian besar kasus, chancre pada sifilis primer sembuh pada saat sifilis sekunder timbul. Gejala konstitusional yang disebabkan oleh sifilis sekunder sering kali tidak dapat dijelaskan, berupa gejala menyerupai flu yang samar seperti demam, malaise, mialgia, nyeri tenggorok, dan limfadenopati difus yang tidak nyeri. Sifilis sekunder biasanya melibatkan patologi multiorgan, meliputi penyakit gastroitestinal, renal, dan reumatologik; namun, yang menonjol adalah lesi mukokutaneus. Ruam pada sifilis sekunder secara klasik merupakan ruam difus yang berwarna menyerupai tembaga atau merah gelap, dengan distribusi simetrik yang sering mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Ruam ini tidak terasa nyeri atau gatal, dan pasien biasanya tidak demam saat ruam muncul. Keparahan ruam maupun gambaranya dapat berbeda-beda. Meskipun lesi makulopapular paling sering timbul, ruam dapat polimorfik, dengan lesi makular, pustular, folikular, papular, dan menyerupai plak. Lesi bulosa atau vesikular jarang terjadi, sendangkan komponen seperti sisik superfisial pada ruam sering timbul. Lesi pada membran mukosa juga sering terjadi, mengandung banyak treponema dan sangat menular. Lesi kutaneus mengandung lebih sedikit treponema, tetapi juga harus diobati sebagai lesi menular. Relaps lesi mukokutaneus dapat terjadi sampai selama 4 tahun, tetapi paling sering terjadi selama tahun pertama. Lesi jarang menjadi parut. Kondilomata lata merupakan lesi menyerupai kutil yang sangat infeksius, yang tampak pada area intertriginosa yang lembab. Lesi terutama timbul pada kulit perineum, pada vulva, dan pada skrotum. Terkenanya folikel rambut kepala menyebabkan alopesia berbercak yang dapat pulih setelah pengobatan.
Cara Pengobatan pada penderita sifilis
EmoticonEmoticon